topmetro.news – Kasus dugaan video asusila yang menjerat Siti Suciati kembali jadi sorotan. Hal itu seiring pemecatannya dari Partai Gerindra serta keputusan pemberlakuan pergantian antar waktu (PAW) dari anggota DPRD Medan.
Kasus ini sendiri sudah terungkap sejak awal tahun lalu. Di mana Siti Suciati sudah mengakui perempuan telanjang dalam satu video porno yang beredar itu adalah dirinya. Ia beralasan, saat itu diperdaya seorang lelaki yang baru dikenalnya di medsos yang merekam adegan VCS mereka untuk bahan memeras dirinya.
Dan kini, hal tersebut kembali menjadi bahan pemberitaan banyak media dan sorotan warganet.
Kasus ini pun jadi perhatian pemerhati masalah sosial politik. Termasuk aktivis perempuan, Nuraida Lubis (foto), dari Yayasan GANNA Sumatera Utara, yang merasa miris dengan marwah lembaga legislatif.
Sebagai aktivis yang konsern dalam persoalan-persoalan penyalahgunaan narkoba serta sosial ekonomi kemasyarakatan, Nuraida menganggap kasus asusila Siti Suciati tersebut telah mencoreng marwah partai. Termasuk juga marwah lembaga DPRD Medan di mana Siti Suciati berkiprah.
“Terlepas rasa simpati sebagai sesama perempuan, tapi saya jadi miris dengan apa yang telah terjadi pada Siti Suciati. Serta dampaknya pada lembaga DPRD yang harusnya terbormat,” ucap Nuraida, Jumat (30/9/2022).
Etika dan Norma
Secara lebih jauh ia mengurai, seorang politisi yang kemudian duduk jadi perwakilan rakyat di DPRD, pastinya terikat dengan kode etik serta norma.
“Banyak terjadi oknum anggota dewan terlibat dalam kasus korupsi, penyalahgunaan narkoba, kriminal. Dan kasus asusila seperti yang terjadi pada Siti Suciati ini juga beberapa kali ketahuan dan mencuat di publik. Ini tentu mencoreng marwah lembaga,” ungkap Nuraida yang juga aktif di sejumlah organisasi kewanitaan.
Karena itu, Nuraida memganggap tidak gampang menjadi anggota dewan. Selain wajib menjalankan bertugas untuk memperjuangkan aspirasi konstituennya, juga harus menjaga sikap serta etika. Karena sudah pasti, keseharian mereka akan jadi sorotan. Bahkan tidak jarang ada yang sengaja menunggu kesalahan.
“Siti Suciati mengaku jadi korban. Itu haknya membela diri. Tapi yang sudah terjadi dan tersebar di masyarakat, tentunya harus disikapi dan partainya sudah melakukan itu dengan memberi hukuman sesuai wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada parpol terhadap kadernya di dewan. Yakni melakukan PAW,” ulas Kepala Biro Regional Wordly.id ini.
Lalu, ia mengingatkan, partai dan tentunya lembaga DPRD Medan harus serius memproses PAW-ini. Jangan pula nanti ada kesan menunda-nuda PAW karena kepentingan tertentu.
“Ini kasus asusila. Penilaian masyarakat tentu beda dibandingkan hanya pelanggaran etik biasa seperti pelanggaran disiplin. Jangan kasusnya semakin jadi sorotan dan jadi preseden buruk bagi partai dan DPRD Medan,” katanya lagi.
Gugatan ke PN Medan
Sementara sebelumnya, Ketua DPC Partai Gerindra Medan Ihwan Ritonga sudah mengakui adanya keputusan PAW Siti Suciati. “Ya benar (pemecatan Suci). Tahapan kasus kemarin yang melanggar kode etik,” ujar Ihwan, Kamis (29/9/2022).
Namun hingga saat ini, PAW terhadap Siti Suciati belum juga berlaku. Padahal menurut Ihwan, surat PAW dari DPP Partai Gerindra sudah mereka sampaikannya ke DPRD Medan.
“Surat PAW-nya sudah dikirimkan ke DPRD. Langsung ke Ketua DPRD Medan, Pak Hasyim,” tuturnya.
Wakil Ketua DPRD Medan ini mengklaim bahwa proses PAW Suci belum dapat berlangsung, karena yang bersangkutan mengajukan gugatan ke PN Medan.
“Proses PAW bisa dilakukan kalau sudah inkrah putusan pengadilan. Sifat sidang itu biasanya cepat,” tuturnya.
Tapi menurut informasi, sidang perdana gugatan Siti Suciati kepada jajaran Partai Gerindra yang seharusnya 27 September 2022, karena sesuatu alasan ditunda.
sumber | RELIS
